....

Minggu, 02 Juni 2013

Adegan Yang Mengharukan Dalam Film "Sang Kiai"

 
Di antara adegan yang mengharukan dalam film "Sang Kiai" adalah tatkala Hadratussyaikh berbincang dengan para putranya: KH. A. Wahid Hasyim, Gus Karim Hasyim, Gus Kholiq Hasyim, Gus Yusuf Hasyim, dan KH. Baidlawi (menantu). Hadratussyaikh merelakan para putranya terjun ke medan tempur Surabaya. Solihin, abdi ndalem Hadratussyaikh yang sangat loyal, hanya sesenggukan di pojok ruangan menyaksikan peristiwa itu. Seorang ayah yang memberikan dukungan bagi perjuangan para putranya.

Begitu pula tatkala para santri yang tergabung dalam Laskar Hizbullah berdesakan menjejali truk yang di depannya terpampang bendera "Lasykar Hisboellah". Gus Yusuf Hasyim, putra bungsu Hadratussyaikh, yang saat itu baru beberapa bulan lulus pendidikan PETA, dengan semangat mengkoordinasikan milisi santri ini naik ke bak truk.

Gus Yusuf Hasyim pula yang, pada 1947, diminta ayahnya mengajari cara mengoperasikan pistol, agar, "sebelum aku mati setidaknya aku bisa menembak satu dua Belanda dengan tanganku sendiri," kata Hadratussyaikh sambil mengarahkan pistol ke arah pintu, yang tiba-tiba saja Solihin, si abdi ndalem berwajah polos, berada di sana melaporkan kedatangan utusan Jenderal Sudirman. Suasana haru yang dipadu dengan kejenakaan. Aih....

Laskar Hizbullah dan Barisan Sabilillah, dua milisi santri yang dilatih Jepang. Sudancho dan Daidancho, komandan dan wakil divisi, mayoritas diambil dari priayi dan kiai. Daftar nama Sudancho dan Daidancho dari kalangan kiai ini dapat ditemukan di bukunya KH. Agus Sunyoto, "Sufi Ndeso versus Wahhabi Kota", maupun di buku Prof Mansyur Suryanegara, "Api Sejarah" jilid 2. Suka duka para santri dan kiai dalam latihan militer Jepang ini ditulis oleh KH. Saifuddin Zuhri dalam "Guruku Orang-Orang dari Pesantren" dan "Berangkat dari Pesantren". Pola pertempuran secara hit and run dan nama-nama pejuang bisa ditemukan di buku "Laskar Hizbullah" dan "Peranan Santri dalam Mempertahankan Kemerdekaan", keduanya terbitan PWNU Jatim (maaf jika judulnya kurang tepat karena saya nulis status ini saat antre beli kardus bekas dan menunggu hujan reda, sekaligus mumpung ada ide). Di berbagai daerah, perjuangan dua laskar ini dapat ditemukan di buku biografi "KH. Dzofir: Sang Pejuang", "Biografi KH. Djauhari Zawawi", "Biografi KH. Masjkur", "Biografi KH. Zainul Arifin", "Biografi KH. Miftah Tegal" & "Gugurnya Kapten Kiai Ilyas".

Laskar Hizbullah dan Barisan Sabilillah, yang mengiringi perjuangan Jenderal Sudirman, maupun mempertahakan kemerdekaan inilah yang sengaja dilupakan oleh sejarawan Orde Baru. Apalagi saat kebijakan Ra-Re tahun 1947-1948, TNI kemudian didominasi oleh alumni KNIL, PETA, Gyugun, dan HEIHO. Laskar Hizbullah, Barisan Sabilillah dan laskar rakyat lain tersingkir karena kebijakan Ra-Re ini mewajibkan bisa baca aksara latin (!) agar postur militer ideal sebuah negara terbentuk. Dari ribuan anggota Laskar Hizbullah dan Sabilillah hanya beberapa saja yang kemudian berdinas di militer: Kiai Yusuf Hasyim, Kiai Munasir Ali, dan Kiai Sullam Syamsun. Sisanya kembali ke barak sesungguhnya (pesantren dan lahan dakwah lain).

Jika panjenengan berkunjung ke musem 10 Nopember Surabaya, tak ada diorama maupun narasi tentang dua barisan pejuang santri ini, sungguhpun museum ini diresmikan oleh Presiden Abdurrahman Wahid. Di museum Jogja Kembali atau museum Brawijaya Malang, apalagi! Hanya Museum NU yang menyediakan sejumput kisah tentang keduanya.

Menyaksikan perjuangan Lasykar Hizbullah dan Barisan Sabilillah, seolah mencermati nasib Legiun IX dalam kisah romawi. Kisah perjuangan Legiun handal yang di-delete dari narasi sejarah Romawi karena tendensi politik! Legiun IX, bisa diingat kembali melalui film CENTURION. Sebagaimana film "Centurion" yang mengangkat kembali nasib Legiun IX Romawi, "Sang Kiai" juga berpotensi mengingatkan kita sebagai anak bangsa mengenai perjuangan para kiai dan santri, melalui Hizbullah dan Sabilillah, dalam ber-Indonesia!

Semoga kita tetap ingat dan menjaga ingatan, karena kata Milan Kundera, perjuangan manusia pada hakikatnya adalah perjuangan melawan lupa! amnesia historis?! semoga tak terjadi!

Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

silahkan komentari

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More